Moderasi Beragama dalam Konteks Global

Moderasi Islam, atau “wasatiyyah,” adalah pendekatan yang menekankan keseimbangan, toleransi, dan keadilan dalam menjalankan ajaran Islam. Dalam konteks globalisasi, moderasi ini makin menemukan makna pentingnya. Isu laten ekstremisme dan intoleransi yang sering dikaitkan dengan agama menjadikan moderasi Islam sebagai solusi untuk mempromosikan perdamaian dan harmoni.

Contoh nyata moderasi beragama bisa kita lihat di Indonesia dan Malaysia. Meski memiliki populasi Muslim terbesar, kedua negara ini berhasil menjaga stabilitas sosial dan politik lewat pendekatan moderat. Konsep Pancasila di Indonesia dan Rukun Negara di Malaysia adalah bukti nyata bagaimana nilai-nilai moderasi dan kerukunan dijunjung tinggi.

Apa Itu Moderasi Beragama?
Kata “wasatiyyah” berasal dari bahasa Arab yang berarti tengah, seimbang, atau moderat. Dalam Al-Qur’an, umat Islam disebut sebagai “ummatan wasatan” atau umat yang moderat. Moderasi ini berarti menemukan keseimbangan antara pemahaman literal dan kontekstual terhadap ajaran agama, antara tradisi dan modernitas, serta antara hak dan tanggung jawab.

Khaled Abou El Fadl, Guru Besar hukum Islam terkenal, menyatakan bahwa moderasi adalah upaya menyeimbangkan interpretasi teks suci dengan konteks sosial dan historis yang selalu berubah. Moderasi bukan berarti kompromi, tapi penerapan prinsip-prinsip Islam dengan bijak dan adil dalam berbagai konteks.

Moderasi Beragama di Arena Global
Dalam skala global, moderasi Islam penting di berbagai bidang, termasuk politik, sosial, dan budaya. Moderasi ini mendorong dialog antaragama dan lintas budaya, yang dapat mengurangi ketegangan dan konflik akibat kesalahpahaman. Misalnya, inisiatif Dialog Internasional King Abdullah Bin Abdulaziz (KAICIID) bertujuan mempromosikan dialog dan pengertian antaragama.

Moderasi dalam konteks global menawarkan sejumlah peluang yang signifikan. Moderasi Islam dapat berfungsi sebagai jembatan antara berbagai komunitas yang berbeda, mempromosikan perdamaian di dunia yang sering kali terfragmentasi oleh konflik.

Dengan mengedepankan dialog dan pemahaman, pendekatan ini mendorong koeksistensi yang harmonis. Selain itu, moderasi memungkinkan reformasi hukum Islam agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman modern. Pendekatan ini membuat hukum lebih fleksibel dan relevan, memungkinkan penyesuaian yang sesuai dengan konteks kontemporer tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar.

Pendekatan moderat juga menekankan nilai-nilai universal seperti keadilan dan kasih sayang, yang dapat memperkuat identitas Muslim di tengah-tengah tantangan global. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal, yang sangat penting dalam era globalisasi ini.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam upaya moderasi juga tidak kalah signifikan. Kelompok-kelompok ekstremis yang menolak moderasi sering kali melakukan kekerasan yang merusak citra Islam di mata dunia. Tantangan ini membutuhkan upaya bersama untuk melawan ideologi kekerasan dan mempromosikan pemahaman yang lebih inklusif.

Selain itu, polarisasi politik yang kian tajam di banyak negara dapat memecah belah masyarakat, menghambat upaya moderasi. Polarisasi ini sering kali mempersulit dialog dan kerjasama antar kelompok, sehingga memerlukan strategi khusus untuk mendorong inklusivitas dan persatuan.

Sistem pendidikan agama yang tidak inklusif juga menjadi tantangan besar. Pendidikan yang tidak inklusif dapat memperkuat pandangan sempit dan intoleran. Oleh karena itu, reformasi kurikulum pendidikan agama menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa pendidikan agama mendukung nilai-nilai moderasi dan toleransi.

Dalam konteks global yang kompleks ini, peluang dan tantangan moderasi harus dihadapi dengan strategi yang komprehensif dan inklusif untuk mencapai perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan.

Hukum Islam dan Moderasi

Hukum Islam, atau syariah, berperan penting dalam moderasi. Syariah harus diinterpretasikan sesuai konteks sosial dan historis yang berbeda, memungkinkan penerapan prinsip-prinsip secara moderat. Khaled Abou El Fadl menekankan pentingnya ijtihad, atau penalaran independen, untuk menginterpretasikan teks suci dalam konteks modern.

Selain itu, maqasid al-shariah (tujuan-tujuan syariah) menekankan perlindungan lima tujuan dasar: agama, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda. Pendekatan ini sejalan dengan moderasi, menekankan kesejahteraan dan keadilan sosial.

***
Moderasi Islam sangat relevan dalam konteks global saat ini. Dengan menekankan keseimbangan, toleransi, dan keadilan, moderasi Islam dapat mempromosikan perdamaian dan harmoni. Meskipun ada tantangan seperti ekstremisme dan polarisasi politik, peluang untuk koeksistensi dan reformasi hukum Islam tetap terbuka. Pendidikan agama yang inklusif dan dialog antaragama sangat penting untuk mendukung moderasi ini.

Subtansi materi disampaikan dalam International Student Mobility Program, 10 Juli 2024.

Referensi

1. El Fadl, K. A. (2002). The Place of Tolerance in Islam. Beacon Press.
2. El Fadl, K. A. (2014). Reasoning with God: Reclaiming Shari’ah in the Modern Age. Rowman & Littlefield Publishers.
3. El Fadl, K. A. (2005). The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists. HarperOne.

Bagikan ke:

Discover more from Akademika

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *