Fazlur Rahman, seorang intelektual brilian abad ke-20, memberikan warna baru dalam kajian Islam dengan memperkenalkan teori tafsir yang revolusioner: “double movement” atau gerakan ganda. Teori ini menawarkan pendekatan segar yang menghubungkan masa lalu dan masa kini dalam memahami Al-Qur’an. Ini menjadikannya relevan dengan tantangan-tantangan modern.
Rahman Lahir di Hazara, Pakistan pada tahun 1919. Rahman tumbuh dalam lingkungan religius yang kental. Ayahnya, Mawlana Shihab al-Din, adalah seorang cendekiawan terkenal yang memberi fondasi kuat dalam pendidikan agama. Rahman melanjutkan studi ke Universitas Punjab dan kemudian ke Universitas Oxford. Ia mendalami filsafat Islam dengan fokus pada Ibn Sina. Karir akademisnya menjadikannya figur penting di berbagai universitas ternama, seperti Universitas Durham dan Universitas McGill.
Mengurai Sejarah dan Konteks Wahyu
Rahman percaya bahwa untuk benar-benar memahami Al-Qur’an, kita harus melihat konteks sejarah di balik wahyu. Baginya, Al-Qur’an bukan hanya teks ilahi tetapi juga respon terhadap situasi sosial dan moral pada zaman Nabi Muhammad. Pendekatan ini menuntut kita untuk mempelajari latar belakang historis yang melingkupi teks tersebut, berbeda dengan metode atomistik yang memisahkan ayat-ayat dari konteksnya.
Untuk kepentingan di atas, Rahman merumuskan teori gerakan ganda. Teori ini terdiri dari dua langkah utama: Pertama, Dari Masa Kini ke Masa Pewahyuan. Langkah pertama ini melibatkan pemahaman statemen Al-Qur’an melalui kajian situasi historis atau masalah yang melingkupinya. Kemudian, penafsir harus menggeneralisasi jawaban Al-Qur’an terhadap situasi spesifik menjadi prinsip-prinsip moral-sosial yang lebih umum.
Kedua, dari masa pewahyuan ke masa Kini. Setelah prinsip-prinsip universal tersebut digali, langkah selanjutnya adalah mengadaptasinya dalam konteks sosio-historis umat Islam kontemporer. Di sini, diperlukan pemahaman mendalam tentang situasi saat ini serta analisis kritis terhadap unsur-unsur yang terlibat.
Teori double movement dari Fazlur Rahman tidak hanya memperkaya kajian Islam tetapi juga menjembatani masa lalu dan masa kini, memberikan cara baru dalam memahami teks-teks keagamaan. Dengan teori ini, umat Islam diajak untuk memandang ajaran Islam sebagai entitas dinamis yang terus berinteraksi dengan realitas kontemporer. Rahman mengingatkan kita bahwa memahami teks suci bukanlah sekadar melihat masa lalu, tetapi juga menavigasi tantangan masa kini dengan kebijaksanaan dan wawasan yang relevan.
Teori gerakan ganda Rahman membuka jalan bagi interpretasi yang lebih inklusif dan kontekstual, memberikan umat Islam alat untuk menjawab berbagai persoalan modern dengan tetap berakar pada tradisi. Melalui pendekatan ini, warisan Rahman terus hidup, menginspirasi generasi baru untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam dunia yang terus berubah. Wallah A’lam!
[Ringkasan dari sebagian materi Buku Abid Rohmanu, Paradigma Teoantroposentris Konstelasi Tafsir Hukum Islam (Yogyakarta: Ircisod, 2019)]
Discover more from Akademika
Subscribe to get the latest posts sent to your email.