Istilah “ordinary self” dan “true self” pertama kali diperkenalkan oleh Donald Winnicott, seorang psikoanalis dan psikiater terkenal pada abad ke-20.
Menurut Winnicott, “ordinary self” adalah diri yang kita bentuk untuk menyesuaikan diri dengan harapan dan norma sosial. Sebaliknya, “true self” adalah esensi diri kita yang paling otentik dan unik, yang sering kali terabaikan karena tekanan eksternal.
Apa itu Ordinary dan True Self
Ordinary self adalah diri kita yang berkembang melalui interaksi dengan lingkungan sosial dan budaya. Ini adalah sisi diri yang cenderung menyesuaikan diri dengan norma dan harapan eksternal untuk mendapatkan penerimaan dan pengakuan masyarakat.
Dalam era industrialisasi, ordinary self sering kali didorong oleh tuntutan homogenisasi dan keseragaman. Bambang Sugiharto, dalam kuliah filsafat kebudayaan di kanal YouTube-nya, menyatakan bahwa era industrialisasi cenderung menciptakan ordinary self, yakni diri yang berusaha menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh masyarakat atau industri.
Sementara itu, true self adalah inti diri kita yang paling otentik dan sejati. Ini adalah aspek diri yang tidak dikompromikan oleh tekanan eksternal dan mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan aspirasi pribadi yang mendalam.
True self adalah sumber kreativitas, kebebasan, dan kepuasan batin. Mengakses dan mengekspresikan true self memerlukan keberanian untuk melawan norma-norma sosial yang membatasi dan menemukan suara pribadi yang asli.
Mengidentifikasi dan mengekspresikan true self adalah perjalanan yang menantang, terutama dalam masyarakat yang sangat menekankan konformitas. Namun, penting untuk diingat bahwa true self sesungguhnya adalah sumber dari kreativitas, kebahagiaan, dan kepuasan sejati.
Berikut adalah beberapa langkah untuk menemukan true self:
1. Refleksi Diri: Meluangkan waktu untuk merenungkan nilai-nilai dan keyakinan pribadi tanpa dipengaruhi oleh tekanan eksternal.
2. Mengeksplorasi Minat dan Bakat: Mengidentifikasi dan mengembangkan minat dan bakat yang unik dapat membantu mengungkapkan aspek-aspek true self.
3. Menolak Konformitas yang Tidak Sehat: Mempertanyakan norma dan harapan sosial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi dan berani untuk mengekspresikan diri yang otentik.
4. Mencari Dukungan: Membangun hubungan dengan individu yang menghargai dan mendukung keunikan dan otentisitas diri.
Pentingnya True Self dalam Kehidupan
Dalam dunia yang penuh dengan informasi yang paradoks, memahami dan mengekspresikan true self menjadi semakin penting. Dengan berkembangnya teknologi dan media sosial, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat, termasuk informasi yang tidak benar atau menyesatkan. Memahami true self dapat membantu kita untuk lebih kritis terhadap informasi dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis dari informasi yang kita terima.
Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari, pilihan untuk mengikuti gaya hidup sehat bukan hanya masalah memahami manfaat fisik dan mental dari olahraga dan pola makan seimbang, tetapi juga bagaimana individu memaknai dan menginternalisasi gaya hidup tersebut.
Postmodernisme mengajarkan bahwa identitas kita tidak sepenuhnya tetap dan tunggal. Ini bukan berarti kita harus kehilangan esensi diri yang sejati, tetapi kita perlu menyadari bahwa diri kita sering kali terdiri dari berbagai peran dan identitas yang kontekstual.
Pentingnya memahami perbedaan antara ordinary self dan true self tidak hanya bersifat konseptual, tetapi juga praktis. Dalam dunia yang sering kali mendorong keseragaman, menemukan dan mengekspresikan true self adalah langkah penting menuju kehidupan yang lebih otentik dan memuaskan. Dengan mengeksplorasi dan mengekspresikan true self, kita dapat mencapai kebahagiaan dan kepuasan yang sejati, serta berkontribusi pada masyarakat dengan cara yang unik. Wallah A’lam!
Discover more from Akademika
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
Anda termasuk yang mana? He he …