Filsafat Hukum Islam: Jembatan antara Teks dan Realitas


Mengapa Filsafat Hukum Islam Penting?

Artikel ini tidak hanya berusaha menjawab pertanyaan “Apa itu Filsafat Hukum Islam (FHI)?” yang bersifat deskriptif, tetapi juga melanjutkan dengan pertanyaan “Mengapa Filsafat Hukum Islam penting?” Pertanyaan ini memerlukan jawaban yang bersifat argumentatif. FHI adalah disiplin ilmu strategis dalam konstelasi ilmu hukum Islam karena ia menawarkan pendekatan interdisipliner, yang memungkinkan disiplin ilmu lain (non-hukum Islam) menjadi pendukung kajian.

FHI sebagai Disiplin Interdisipliner

FHI adalah disiplin yang menggunakan pendekatan interdisipliner. Dengan pendekatan ini, hukum Islam menjadi objek material, sementara filsafat menjadi objek formal atau pendekatan yang mendukung kajian. Dalam konteks ini, pendekatan filsafat membawa sifat-sifat yang rasional, kritis, spekulatif, dan objektif, menjadikan FHI sebagai kajian hukum Islam yang menggunakan filsafat sebagai pendekatan radikal, rasional, dan spekulatif-kritis. Jika kita membahas hukum tentang zakat, hukum Islam akan menjelaskan cara teknis pelaksanaan zakat, sementara FHI akan mengeksplorasi tujuan mendalam dari zakat, seperti bagaimana zakat dapat menciptakan keadilan sosial atau bagaimana ia mengatasi kesenjangan ekonomi.

Dimensi Obyek Material FHI

Obyek material FHI terbagi menjadi dua aspek utama: syariah (materi hukum) dan tasyri’ (proses penetapan hukum). FHI bisa dipilah menjadi filsafat “syariah” yang berfokus pada materi hukum, dan filsafat tasyri’, yang berfokus pada proses penetapan hukum. Kajian tentang hikmah dari pelaksanaan shalat bisa dikategorikan sebagai filsafat syariah. Di sisi lain, proses bagaimana hukum tentang shalat ditetapkan dalam sejarah Islam termasuk dalam filsafat tasyri’.

Menghubungkan Wahyu dan Rasio

Salah satu tantangan dalam FHI adalah menjawab bagaimana hukum Islam yang bersumber dari wahyu dapat dianalisis dengan rasio manusia. Perdebatan ini masuk ke wilayah teologis tentang hubungan antara akal dan wahyu. Namun, dalam praktiknya, peran rasio sangat penting dalam hukum Islam, terutama dalam menginterpretasikan wahyu yang sering kali bersifat general dan tersirat. Misalnya, bagaimana kita memahami perintah shalat lima waktu yang umum dalam Al-Qur’an? Rasio digunakan untuk menentukan detail spesifik seperti waktu-waktu shalat yang tepat berdasarkan konteks lingkungan yang berbeda.

Mengapa FHI?

  1. Menjawab Pertanyaan Dasar: FHI membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dan metodologis tentang hukum Islam yang mungkin tidak dapat dijawab oleh ilmu hukum Islam sendiri. Contoh : Jika ada pertanyaan tentang bagaimana hukum Islam bisa berlaku di masyarakat modern yang sangat berbeda dari zaman Nabi, FHI akan mencoba menjawab dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan bagaimana prinsip-prinsip dasar hukum Islam dapat diterapkan.
  2. Moral dan Hukum: FHI membantu menjawab persoalan hukum yang berkaitan dengan moral. Pertimbangan moral diperlukan untuk memastikan hukum Islam tetap relevan dan transenden. Contoh : Pertanyaan apakah pembagian warisan dalam hukum Islam dengan rasio 1:2 antara laki-laki dan perempuan masih relevan dalam konteks keadilan gender saat ini adalah salah satu contoh di mana FHI memberikan perspektif moral yang lebih dalam.
  3. Kritik Terhadap Pengetahuan Hukum: FHI menawarkan pertanyaan kritis untuk menguji dan membebaskan pengetahuan hukum Islam dari asumsi dogmatis. Contoh : Konteks seperti ini terlihat ketika kita mempertimbangkan bagaimana hukum Islam harus merespon isu-isu HAM kontemporer yang mungkin tidak diantisipasi oleh ulama klasik.
  4. Kerangka Berpikir dan Logika: FHI menyediakan kerangka berpikir, metodologis, dan logika yang dibutuhkan untuk kerja akademis atau praktis dalam hukum Islam. Contoh : Teori gerak ganda Fazlur Rahman adalah contoh bagaimana FHI menyintesis antara otoritas Tuhan dan otoritas manusia dalam penafsiran hukum Islam.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, FHI adalah disiplin ilmu yang mencoba membumikan hukum Islam dengan selalu menegosiasikan antara teks hukum dan realitas empiris. Sintesis ini diharapkan menghasilkan pemikiran hukum Islam yang sosiologis, kultural, dan emansipatoris, tetap berpegang pada nilai dasar hukum Islam. Wallahu a’lam.


Bagikan ke:

Discover more from Akademika

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *