Dalam era modern, sikap pribadi menjadi semakin penting di tengah masyarakat yang semakin komunal. Banyak orang tidak memiliki sikap personal yang kuat karena kehidupan mereka terlalu terpengaruh oleh pandangan kelompok. Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan pemikiran yang mandiri dan sikap pribadi yang khas. Ini penting karena sikap pribadi yang kuat akan membantu kita menentukan identitas diri yang lebih jelas dan berani mempertanyakan hal-hal yang selama ini diterima begitu saja.
Budaya baca-tulis, misalnya, telah memaksa individu untuk berpikir lebih mendalam dan mempertanyakan asumsi yang ada. Dalam budaya lisan, kita cenderung berpikir singkat dan tidak terbiasa mengembangkan argumen yang kompleks. Namun, dengan membaca dan menulis, kita dipaksa untuk merenung, membangun pemikiran sendiri, dan merangkai argumen dengan lebih logis dan terstruktur. Ini adalah salah satu cara untuk memperkuat sikap pribadi kita.
Di sisi lain, pencarian akan identitas murni seringkali menjadi ilusi. Kebudayaan dan identitas kita sebenarnya merupakan hasil dari proses panjang interaksi dan pinjam-meminjam dari berbagai budaya lain. Dalam perjalanan sejarah, hampir tidak ada kebudayaan yang benar-benar murni. Namun, cara kita meramu unsur-unsur yang kita pinjam itulah yang membuat identitas kita menjadi khas. Penting untuk menyadari bahwa tidak ada identitas yang sepenuhnya asli, dan upaya untuk menemukan kemurnian identitas justru bisa menjadi berbahaya.
Kesadaran ini penting terutama di masa sekarang, ketika banyak orang terjebak dalam puritanisme yang mencoba mencari kemurnian dalam berbagai aspek, seperti identitas kesukuan, keagamaan, atau ideologis. Sebagai individu, kita harus mengembangkan sikap pribadi yang kuat, dengan tetap menghargai kompleksitas budaya dan identitas yang kita miliki, tanpa terjebak dalam ilusi kemurnian yang tidak mungkin dicapai. (Sumber: Kuliah Filsafat Bambang Sugiharto).